02 Maret 2010

Tarbiyah guna membentuk kader-Kader Interaktif

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (الجمعة:2)

“Dialah yang telah mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.(QS. Al Jumu'ah [62]: 2)

Membangun dan membina merupakan aktivitas positif yang seirama dengan peningkatan kualitas sumber daya insani, namun kadang kala ada pembinaan yang tidak berbanding lurus dengan perubahan ke arah perbaikan, bahkan kontra produktif. Hal ini bukan berarti ada ketidakselarasan antara pembinaan dan keberhasilan, melainkan karena adanya kesalahan dalam proses yang dijalankan. Pembinaan pada hakikatnya merupakan hal penting. Hanya saja pembinaan seperti apa yang kepentingannya itu dapat dirasakan semua pihak. Di situlah yang kadang menjadi akar permasalahan kita bersama.

Ada empat karakteristik terbiyah kita minimal yang perlu diperhatikan agar kita tidak terjatuh pada kesalahan proses, yaitu takwiniyah, istimroriyah, marhaliyah dan syumuliyah. Yang akan coba di bahas kali ini adalah satu dari empat ciri di atas yakni takwiniyah (pembentukan).

Pembentukan merupakan sifat dakwah Rasulullah, sebagaimana firman Allah di awal tulisan ini (surah Al Jumu’ah:2) atau surah Ali Imran:164.

Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.





Bila kita cermati dalam kedua ayat tersebut akan kita temukan tiga pola utama dakwah Rasul, yakni tablig, ta’lim dan takwin. Bermula dengan proses membacakan ayat-ayat Allah kepada mutarabi sehingga mereka menjadi tahu dan sadar. Selanjutnya menyucikan mereka agar mereka berakhlak baik serta mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah sehingga memiliki wawasan yang luas. Dan pada akhirnya mereka terbentuk menjadi kumpulan mutarobi idaman kita, padahal sebelumnya mereka dalam kesesatan yang nyata.

Membentuk adalah menjadikan, mengkader, mencetak atau mengadakan. Bukan hanya sekadar sebuah proses transformasi ilmu. Surah Ali Imran ayat 104 memerintahkan “وَلْتَكُن مِّنْكُمْ …”,“Dan haruslah dibentuk di antara kalian…” Pola akhir pembentukannya adalah umat yakni sekelompok manusia yang siap mengikuti dan memperjuangkan syariat. Tugas umat tersebut adalah mengajak kepada Islam, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.

Pembentukan bukanlah proses sesaat, karena misalnya dibutuhkan waktu lama untuk mengubah kayu menjadi kursi (menggergaji, memahat, mengukir mengamplas, mencat dan sebagainya ). Apalagi manusia, yang tidak begitu saja mau dibentuk. Karena itu dibutuhkan kesabaran yang ekstra untuk tetap dalam kebenaran. Sabar untuk menjauhi maksiat. Sabar dalam musibah dan kesempitan, serta sabar dalam memperbaiki diri dan membina kader-kader kita.

Dalam proses pembinaan minimal ada 3 cara yang harus dilakukan dan ditekuni. Pertama pelatihan. Tidaklah disebut pelatihan bila hanya pemberian teori atau informasi. Memberikan keteladanan dan melibatkan (mengikutsertakan atau menugaskan) adalah bagian dari pelatihan. ketika Hasan dan Hussein berdakwah amaliyah ketika melihat seorang kakek tua salah dalam berwudu adalah contoh bentuk pelatihan. Begitu pula berbagai pendekatan yang dilakukan dewasa ini, seperti daurah juru khotbah, tahsin Al Qur’an, kursus jurnalistik, tata cara penyelenggaraan jenazah, dan sebagainya.

Kedua supervisi. Supervisi merupakan kelanjutan dari pelatihan. Kader-kader yang sudah diberi pengarahan dan diikutsertakan dalam pelatihan (berupa pembiasaan dan penugasan) kemudian diikuti perkembangannya lewat pemantauan dan evaluasi. Ada mutabaah khusus per individu yang dikelola melalui jenjang struktural. Ada pula mutabaah umum yang melibatkan orang luar/masyarakat dalam mengamati dan menilai kader-kader kita. Supervisi akan sangat bermanfaat untuk tercapainya pembentukan kader yang ideal. melihat marhalah dakwah kita idealnya kader harus dibiasakan untuk berinteraksi dengan realitas publik. Mereka akan belajar dari kegagalan dan keberhasilan dalam berinteraksi dengan masyarakat luas yang heterogen. Kader-kader kita harus dibiasakan dengan dinamika kelompok agar mereka lebih dewasa dalam menyikapi berbagai qadhaya (tidak over reaktif = kaget-kagetan). Menjadi tugas murabi semua untuk memantau sepak terjang mereka. Menegur, meluruskan dan memberi penilaian (kritik, masukan juga penghargaan) atas aktivitas sehari-hari mereka.

Ketiga doa. Betapa harus kita akui bahwa kadang kala proses pembentukan yang kita jalankan tidak membawa hasil yang memuaskan. Sekian lama kita membina sejumlah individu, namun tidak terlihat perkembangan yang cukup berarti pada diri mereka. Tahapan-tahapan kegiatan dan rutinitas halaqoh disertai supervisi ternyata belum cukup mengubah jati diri mereka. Maka dalam kondisi ini sudah selayaknya kita mengerahkan segenap upaya dengan memperbanyak doa. Harus terus kita sadari bahwa Allah lah yang memberi hidayah, bukan kita. “Sesungguhnya engkau tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang kau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada orang-orang yang dikehendakinya dan Allah lebih mengetahui siapa yang mau menerima hidayah.”(QS. Al Qoshosh [28]: 56). Maka tetaplah berharap kepada Allah dalam pembentukan kader-kader kita. Mohonlah terus kebaikan dan keistiqamahan bagi mereka. “…dan berdoalah, sesungguhnya doamu bagi mereka akan menenteramkan mereka”(QS. At Taubah [9]:103).

Bagi yang dibina (termasuk kita tentu saja) mesti tahu diri bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu sendiri tidak mau mengubah nasibnya (QS. Ar Ra'du [13]:11). Karena itu perlu adanya sifat interaktif, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan dari luar. Siap mengikuti pelatihan dan menjalankan program-program. Bukan hanya ketika ada moment, tetapi interaksi itu sudah membudaya dalam dirinya. Contoh program tarbiyah ruhiyah yang berisi ajakan untuk qiyamul-lail, shaum sunnah dan memperbanyak tilawah. Bagaimana setiap kader mampu berinteraksi dengan program tersebut. Interaksi yang dituntut bukanlah sekadar ketika ada arahan dari murabi, namun di luar moment itu kader-kader kita menjadi sudah terbiasa shaum sunnah, tilawah harian Al Qur’an dan qiyamul-lail. Kader-kader interaktif inilah yang nantinya mampu untuk beradaptasi dengan realitas masyarakat dalam berbagai aspek. Untuk dapat mencapai itu semua tentu saja tetap harus melalui proses panjang pembentukan. Kesungguhan dan keikhlasan para murabi, kedisiplinan dan interaktifnya kader, disertai pelatihan, supervisi dan doa insya Allah akan memunculkan kader-kader dakwah yang mumpuni.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (التوبة:105)

“bekerjalah kalian, nanti Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan melihat hasil kerja kalian…..”(QS. At Tubah [9]:105).

Diambil dari tulisan ustadz abu ayub

Tidak ada komentar:

Posting Komentar