20 Juni 2009

Shahibul Himmah

Islam adalah agama tinggi dan kemuliaan; agama kesungguhan dan kerja keras. Walau islam datang bukan untuk mempersulit manusia namun, islam bukan agama kesantaian dan bermalas-malasan. Dalam agama ini memang ada rukhshah, tapi kebiasaan keringanan dalam beramal bukanlah tindakan terpuji. Agama ini menuntut pengikutnya meraih ketinggian. Keinginan yang kuat mencari ketinggian disertai dengan usaha serius mencapainya disebut Himmah, Pemilikya disebut Shahibul Himmah.

Tidak disangsikan bahwa himmah ini di antara akhlak yang mengantar pada cita-cita besar. Akhlak inilah yang membesarkan individu, masyarakat, dan bangsa. Himmah ini membuat pemiliknya selalu mencari kesempurnaan, berusaha selalu menjauhi perkara remeh dan kerendahan. Sebaliknya, hilangnya akhlak ini pada skala individu akan mengerdilkan jiwa dan menjadikan mental masyarakat dan bangsa merosot. Kegemaran membesar-besarkan perkara remeh, konsentrasi pada hal-hal yang tidak memberikan manfaat dunia dan akhirat adalah salah satu tanda hilangnya himmah, baik skala individu maupun kolektif.

Betul, meraih cita-cita tinggi itu sangat melelahkan. Shahih, meraih kesempurnaan itu, tidak jarang, menuntut seseorang ‘ membuang’ jatah istirahatnya, bahkan harus menunda senyumnya. Tapi disana ada kenikmatan, disana ada kepuasan. Pemilik himmah mengerti betul bahwa kelelahan itu adalah kendaraan yang mesti ia kendarai suka atau tidak, demi mengantar ia ke ranah cita-cita. Bahkan sebelum ia mengecap manisnya hasil usahanya ia sudah terlebih dahulu merasakan kelelahan-kelelahan yang menerpanya. Dan penghulu nabi dan rosul saw pernah merasakannya, bahkan dalam banyak kesempatan kesulitan dan tantangan itu beliau saw nikmati.

Itu sebabnya islam sangat memberi perhatian terhadap masalah himmah ini. Topik-topik tentang menggenjot tekad, memacu kehendak, melambungkan cita guna meraih ketinggian dan kemuliaan disebutkan dengan apik dalam literatur para ulama kita. Tema-tema yang mengandung At-Targhib Wat Tar-hib mendapatkan tempat tersendiri dalam agama ini. Mulai dari hal yang kelihatan sepele tapi bernilai agung, sampai hal-hal besar dibahas secara jelas dalam karya-karya mereka. Namun, itu tidak berhenti sampai disini, ada fase selanjutnya yang bernama Irsyad dan Taujih (petunjuk dan arahan). Islam tidak bertutur sebatas konsep tentang bagaimana memotivasi, menyemangati, menyulut api himmah. Namun ada tingkat lanjutan, yang disebut Tanmiyah dan Tarqiyah (pengembangan dan penumbuhan). Semua bertujuan agar semangat beramal tidak kebablasan.

Ini mungkin sebabnya kenapa Allah tidak sekedar menurunkan kitab kepada setiap ummat. Tapi Allah juga mengirim Rosul yang berfungsi sebagai penterjemah dan penafsir ayat-ayat-Nya. Kita juga melihat Rasulullah saw tidak sekedar mengajak manusia masuk ke dalam islam ini, tapi beliau saw langsung terjun member arahan dan bimbingan kepada mereka yang telah menjawab seruan beliau. Beliau saw menjawab berbagai pertanyaan, baik dijawab langsung ataupun yang langsung dijawab oleh wahyu, bahkan tidak jarang beliau saw menjadi tempat curhat para sahabat yang memiliki masalah. Bahkan rosul terakhir ini bermu’aayasyah dengan mereka siang dan malam.

Apa yang terjadi? Mereka yang tadinya hanya sibuk dengan perdagangan, pertanian bahkan dengan gembalaan tiba-tiba tersulut himmahnya, ingin masuk surga. Saat itu juga pola pikir mereka berubah total. Mereka yang tadinya berpikir begitu “ sederhana “ dan konvensional; tentang ternak, bisnis, keluarga, tiba-tiba berpikir bagaimana agar manisnya hidayah islam itu bisa dinikmati mereka, semua meupakan buah dari himmah mereka.

Ya, kumpulan pengembala kambing itu serta merta berubah menjadi orang-orang besar dengan himmah mereka yang melangit.

Written by : Heri Prayitno Sumber: majalah Al-Bhasirah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar